Connect with us

Selayarnesia

Desa Kohala di Selayar Bermula Dari Kehidupan Masyarakat “Dalam Benteng”

Published

on

KEPULAUAN SELAYAR — Kohala yang kita kenal hari ini adalah nama salah satu desa yang berada di wilayah administratif Kecamatan Buki, Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Namun apakah anda tahu bahwa “Kohala” di masa lampau adalah nama sebuah pusat pemukiman awal tempat bermukim para leluhur warga Selayar yang saat ini menghuni Dusun Kadempak, Dusun Karebosi, dan sekitarnya?.

Menurut cerita masyarakat setempat, pusat pemukiman awal tersebut adalah lokasi yang sekarang dijadikan sebagai Tempat Pemakaman Umum (TPU) warga sekitar. Pada lokasi pemakaman ini terdapat “kompleks kuburan tua” yang sebagian besar sudah tidak terlacak siapa pemiliknya. Pekuburan tua dengan ciri mizan yang unik tersebut, diapit oleh sisa-sisa pagar batu yang sudah tidak utuh mengelilingi.

Sumber lisan setempat, AB menuturkan bahwa pagar batu yang saat ini bisa dikatakan hanya bekas-bekasnya saja, dahulu adalah sebuah garis batas demarkasi sebuah emba. Jelasnya, perkampungan ini berada di tengah atau dikelilingi pagar yang berbahan batu. Di dalam emba (lalang emba) inilah bermula kehidupan beberapa keluarga yang kemudian beranak pinak hingga keturunannya kelak menyebar ke berbagai tempat.

Meski belum ditemukan data mengenai siapa saja para penghuni awal perkampungan dalam emba tersebut, satu hal menarik yakni pola hidup dan pemukiman mereka yang berciri “intra-muras” atau kehidupan dalam benteng. Jika benteng merupakan pusat pertahanan keamanan sebagaimana fungsi umumnya, maka para penghuni awal tempat ini pun telah menjadikan benteng batu sebagai pertahanan keamanan dalam arti luas.

Kohala juga dipercayai masyarakat setempat memiliki banyak keanehan dan penuh misteri. Pada zaman penjajahan dulu, pihak kolonial Belanda pernah bermaksud menyerang perkampungan di sekitar Kohala dari arah Polebunging dan Tanabau Tiju’  (kampung yang terletak di selatan Kohala dan diantarai sebuah sungai) terpaksa mengurungkan niat. Penyebabnya karena dari arah Kohala serta bukit tinggi lainnya yang sekarang bernama Batavia, daun-daun pohon oleh tentara Belanda melihatnya seperti pasukan perang yang jumlahnya tak terhitung.

Kisah unik lainnya dari Kohala ini yakni sejumlah batu yang dianggap keramat di dalam kompleks pemakaman ini, oleh “para penghuninya” melarang kepada siapa pun untuk membawanya pergi. Begitu pula barang-barang kuno yang telah tertimbun oleh tanah, pun tidak boleh diambil oleh siapapun untuk memilikinya. Lalu apa bukti dan konsekuensi larangan menurut pesan dari orang-orang dahulu tersebut?.

Suatu hari menurut cerita yang berkembang di masyarakat, salah seorang pemuka agama memerintahkan ke warga untuk mengambil salah salah batu yang dianggap keramat di tempat ini dan lalu menjadikannya alas injakan pada dasar anak tangga rumahnya. Hanya berselang beberapa hari, pemuka agama tadi menderita penyakit aneh, nyaris gila, dan hampir saja meninggal dunia. Setiap malam ia bermimpi buruk dan barulah ia bisa tenang saat batu tersebut dikembalikan ke tempat semula atas saran salah seorang warga yang disebut tau ngisse’  (sanro, orang pandai).

Semenjak kejadian tersebut warga sekitar semakin memercayai kekeramatan tempat ini. Bahkan satu lagi hal yang unik yakni dahulu setiap kali ada warga yang akan meninggal dunia, maka bebatuan di Kohala ini berbunyi dan dapat terdengar dari jalan raya. Artinya, jika ada warga yang melintas dan mendengar bunyi batu di Kohala ini, maka selalu dijadikan pertanda bahwa tidak lama lagi bakal ada yang akan meninggal dunia. Dan…tentu masih banyak cerita lain di balik nama Kohala ini yang tak terwariskan.

Sejak Kohala diadopsi menjadi nama sebuah desa, Kepala Desa Pertama adalah Daeng Siajang yang sebelumnya menjabat sebagai kepala lingkungan (Pak Lingkung, ucapan warga setempat). Kepala desa berikutnya adalah Marsuki, S.Pd, dan kepala desa ketiga hingga sekarang dijabat oleh Abdul Rahman, S.Sos.

Demikian sekelumit cerita tentang sebuah kampung di Kabupaten Kepulauan Selayar yang sudah pasti tidak ditemukan dalam sejarah nasional ataupun sejarah politik.**

Sumber: Tebar News

 

Continue Reading
Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

Selayarnesia

Terlindungi: Kosa Kata Bahasa Selayar Yang Diawal Huruf A

Published

on

Konten ini dilindungi dengan sandi. Masukkan sandi Anda di sini untuk menampilkannya:

Continue Reading

Selayarnesia

Terlindungi: Kosa Kata Bahasa Selayar Yang Diawali Huruf B

Published

on

Konten ini dilindungi dengan sandi. Masukkan sandi Anda di sini untuk menampilkannya:

Continue Reading

Selayarnesia

Orang Selayar Tempo Doeloe Membuat Popcorn Sambil Nyanyi

Published

on

APAKAH anda adalah penyuka film-film bioskop dan sering nonton? Jika iya, pasti anda pernah mendengar atau mencicipi gurihnya Popcorn. Cemilan dari biji jagung ini yang belakangan populer di bioskop ini, ternyata sudah dikenal dan ada sejak abad XVI. Sejarah mencatat bahwa Popcorn telah diabadikan dalam diary Hernando Cortes (1485-1547), sang komando ekspedisi Kerajaan Spanyol dalam agresi penghancuran suku Aztec dan penguasaan Mexico abad XVI. Dalam diary itu disebutkan Popcorn adalah makanan Suku Aztec dan bahkan merupakan kelengkapan sebuah ritual persembahan kepada Dewa Air.

Masyarakat Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan menyebut cemilan dari biji Jagung ini dengan Bente atau Lappo. Meski belum diketahui kapan orang Selayar mulai mengenalnya, namun dipastikan cemilan ini telah berusia lama karena menjadi kelengkapan ritual di daerah ini.

Cara membuatnya secara tradisional yakni memasukkan biji jagung kering ke dalam sekam (atau ampas kayu setelah digergaji) yang dibakar dan tunggu sejenak hingga mengembang ditandai ledakan kecil. Biji Jagung (atau biasa juga padi) yang telah mengembang dalam Bahasa Selayar disebut bente dan ledakan kecil dinamakan lappo’. Mungkin dari sinilah alasan penamaannya, seperti halnya Popcorn dari kata pop sebagai tiruan dari bunyi ledakan kecil dalam proses pembuatannya dan corn adalah jagung.

Lalu apa sisi menarik dari pembuatan Popcorn ala Selayar bernama Bente itu? Rupanya orang Selayar tempo dulu membuat Bente sambil menyanyikan sebuah lagu pendek. Lagu ini bermuatan do’a atau pengharapan agar kualitas bente ini hasilnya bagus saat pembuatan.

SA (59 Tahun) salah seorang ibu rumah tangga di Kabupaten Kepulauan Selayar kepada Selayarnesia.com mengatakan dirinya meyakini keampuhan nyanyian ini untuk mengasilkan kualitas bente yang baik. Ia juga menuturkan bahwa dalam ritual Assurombasa dahulu (bahkan hingga kini, red), bente ini menjadi salah satu kelengkapannya.

Berikut ini adalah nyanyian saat seseorang atau kelompok membuat Bente atau A’bente, seperti dilantunkan SA:

Bente-bente barra’
Kombong kapasa
Mana’ rea
Janjang urammu
Pakonjo tongi bakka’mu
Sakopo-kopo

Nyanyian tersebut bermakna harapan agar biji Jagung yang dibakar mengembang seperti kapas dan beranak banyak seperti alang-alang. Juga berharap masing-masing biji jagung mengembang baik seperti lainnya.**

Continue Reading

Trending